Perpecahan dalam BEM SI Kerakyatan dan Isu Keterlibatan Pihak Luar
Empat kelompok Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) memutuskan untuk keluar dari BEM Seluruh Indonesia setelah menilai bahwa musyawarah nasional yang digelar akhir pekan lalu telah disusupi oleh kepentingan pemerintah. Keputusan ini diambil karena mereka merasa bahwa aliansi organisasi mahasiswa tersebut tidak lagi mewakili semangat perjuangan gerakan mahasiswa.
Pengamat menyebut bahwa alasan keempat BEM ini untuk berpisah justru menunjukkan ketakutan otoritas terhadap kemungkinan gerakan mahasiswa menjadi lebih solid. Meski belum ada verifikasi pasti mengenai sejauh mana intervensi pemerintah dalam Musyawarah Nasional XVIII BEM SI Kerakyatan, beberapa anggota eks BEM SI mengungkapkan bahwa penetrapan kepentingan politik sering kali terjadi dalam gerakan mahasiswa.
Jojol, salah satu mantan anggota BEM SI periode 2021-2023, menyatakan bahwa pengaruh politik sering kali membuat sejumlah mahasiswa menjadi lebih pragmatis. “Ujungnya, pergerakan ini justru bisa menjadi jalan bagi mereka masuk ke dunia politik,” ujarnya.
UGM Menarik Diri, Sebut Musyawarah sebagai Tempat Penguasa Memoles Muka
Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi yang pertama menarik diri dari Aliansi BEM SI Kerakyatan pada 20 Juli. Alasannya adalah adanya dugaan bahwa musyawarah nasional tidak lagi mewujudkan semangat persatuan gerakan mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh hadirnya para politikus, pejabat pusat dan daerah, serta petinggi kepolisian dan BIN.
Dalam pernyataan tertulisnya, BEM UGM menyebut acara tersebut sebagai “tempat penguasa memoles muka”. Tidak lama setelahnya, Undip, Unissula, dan Untan juga menyampaikan sikap serupa.
Koordinator Media BEM SI Kerakyatan, Pasha Fazillah Afap, menghormati keputusan BEM yang keluar dari aliansi. Ia menilai bahwa isu ini justru bisa melemahkan perjuangan bersama jika terlalu diberi perhatian.
Kehadiran Pejabat dan Kritik Terhadap Gerakan Mahasiswa
Beberapa pejabat pemerintah yang hadir dalam musyawarah nasional menepis dugaan bahwa kehadiran mereka bertujuan melemahkan kritik mahasiswa. Menteri Pemuda dan Olahraga, Dito Ariotedjo, bahkan meminta mahasiswa untuk tetap memberikan masukan kepada pemerintah.
Vasko Ruseimy, Wakil Gubernur Sumatera Barat, menyatakan bahwa kehadiran mereka adalah bentuk komunikasi antara pemerintah dan mahasiswa. Acara yang digelar di asrama haji milik pemerintah dinilai sebagai tempat yang cocok untuk berkomunikasi.
Keributan dan Penyebab Keluarnya BEM UGM
Selain isu intervensi politik, keributan antarpeserta juga menjadi salah satu faktor yang membuat BEM UGM memutuskan keluar dari BEM SI Kerakyatan. Kejadian tersebut terjadi menjelang penutupan acara dan menyebabkan beberapa peserta terluka.
BEM UGM menyatakan penyesalannya atas kejadian tersebut. Mereka menegaskan bahwa tidak ada jabatan yang layak direbut sampai harus ribut. Kesatuan dianggap sebagai aset penting bagi gerakan rakyat sipil.
Kritik terhadap Musyawarah Nasional
Wiyu Ghaniy Allatif Yudistira, Presiden BEM Unissula, menilai bahwa musyawarah nasional jauh dari nilai moralitas mahasiswa. Ia menilai ada banyak indikasi intervensi politik dan tindakan tidak sopan yang terjadi selama acara.
Rifaldi, Ketua BEM Universitas Dharma Andalas, menepis dugaan tersebut dengan menyebutnya sebagai dinamika gerakan. Ia menegaskan bahwa independensi mahasiswa tetap terjaga meskipun ada kehadiran pejabat pemerintah.
Sejarah Perpecahan dalam BEM SI Kerakyatan
Perpecahan dalam BEM SI Kerakyatan bukanlah hal baru. Awalnya, BEM SI Kerakyatan dibentuk pada 2021 sebagai bagian dari BEM SI tanpa embel-embel apapun. Namun, perpecahan terjadi setelah musyawarah nasional yang digelar di Sumatera Barat pada 2021. Salah satu penyebabnya adalah pembatasan kuota peserta oleh panitia musyawarah.
Kelompok yang tidak dapat hadir di lokasi acara akhirnya menyatakan mosi tidak percaya. Akhirnya, mereka membentuk BEM SI tandingan dengan menambahkan jargon “kerakyatan” di belakang namanya.
Relevansi BEM di Indonesia
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Ubedilah Badrun, menilai bahwa meskipun terjadi perpecahan, gerakan mahasiswa tetap relevan. Menurutnya, setiap perpecahan akan menghasilkan kelompok dan aliansi baru.
Ubedilah juga menilai bahwa BEM masih relevan sepanjang demokrasi di Indonesia belum berjalan baik. Ia menekankan bahwa BEM bisa menjadi laboratorium untuk menghasilkan calon pemimpin bangsa.
Aksi dan Isu yang Terkait
Beberapa aksi dan isu terkait gerakan mahasiswa seperti demo menentang revisi UU TNI, penolakan kenaikan pajak, dan aksi ‘Indonesia Gelap’ menjadi contoh betapa pentingnya peran BEM dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Meski ada tantangan, gerakan mahasiswa tetap menjadi bagian penting dari dinamika politik dan sosial di Indonesia.